UNDANG-UNDANG TAMBANG
Dosen: Drs. Rijal
Abdullah, M.T.
Semester
Januari Juni 2012
Petunjuk Pelaksanaan Kuliah:
1.
Setiap mahasiswa akan diberikan
lembaran kerja kuliah ini.
2.
Lembaran ini harus diisi /
dilengkapi pada saat kuliah berlangsung.
3.
Karena kuliah ini bersifat Continious
Assissment, maka kelengkapan lembaran kerja ini menjadi bahan penilaian.
4.
Penilaian juga akan sangat
tergantung dari partisipasi aktif dan kehadiran mahasiswa
5.
Karena terbatasnya jumlah
halaman yang tersedia, maka mahasiswa harus juga menambahnya dengan catatan
tersendiri.
Lembaran Kerja
Kuliah I
LATAR BELAKANG PERLUNYA
UNDANG-UNDANG TAMBANG
Definisi:
1.
Pertambangan: Segala upaya yang
dilakukan untuk mengambil dan memanfaatkan semua bahan galian dari muka bumi
yang mempunyai nilai ekonomis.
2.
Bahan Galian: Unsur-unsur kimia,
mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan, termasuk batu-batu mulia, yang
merupakan endapan alam.
Cakupan Usaha
Pertambangan:
1.
Penyelidikan Umum: Penyelidikan geologi
secara umumatau geofisika di daratan, diperairan, dan dari udara, yang
maksudnya untuk membuat peta geologi umumdan menetapkan adanya tanda-tanda
adanya bahan galian.
2.
Eksplorasi: Segala penyelidikan
geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti /seksama adanya sifat dan
letakan bahan galian
3.
Studi Kelayakan (Feasibility
Study): Kajian
teknis dan ekonomis tentang bahan galian yang ada pada suatu lokasi, yang dapat
menyimpulkan apakah bahan galian yang ada tersebut layak secara ekonomis untuk
ditambang atau tidak.
4.
Development: Kegiatan awal penambangan
berupa membuat/menyediakan segala sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
penambangan, seperti pembuatan jalan masuk ke lokasi,terowongan (bagi tambang
bawah tanah), mengadakan alat-alat galian sampai kepada penggalian tanah
penutup (over burden)
5.
Ekploitasi: Pemisahan bahan galian
dari batuan induk dan pengotornya (breaking sampai kepada loading)
6. Pemurnian: Memisahkan
bahan galian terpakai dari unsure-unsur pengotor yang terbawa saat penambangan,
supaya sesuai dengan keinginan pasar (sipemakai)
7. Transportasi: Segala
usaha untuk mengangkut bahan galian yang sudah ditambang untuk sampai kepada si
pemakai (konsumen), antara lain dengan menggunakan chain conveyor, belt
conveyor, kereta api, truk, atau kapal.
8. Marketting: Segala
usaha untuk menjual hasil tambang kepada pemakai, seperti promosi sampai kepada
model-model transaksi penjualannya.
Undang-undang
Pertambangan diperlukan karena adanya sifat-sifat khusus industri pertambangan:
1.
Unrenewable, unreplacable,
wasting asset:
2.
Sebaran bahan galian terpencar dan tidak dapat
dipilih
3.
Remote location
4.
Kadarnya kecil
5.
High risk
6.
Capital intensive
7.
Finite life
8.
Cenderung merusak lingkungan
9.
Agenf of Development of Area,
tapi
Sasaran
pengelolaan industri pertambangan:
1.
GDP
2.
Export Revenues
3.
Government Fiscal Revenues
Kriteria
Keputusan Pemodal Asing:
1.
Geological Propectivity
2.
Security of title
3.
Political Risk
4.
Taxation and environtment
regulation
5.
Foreign Ownership regulation
Lembaran Kerja
Kuliah II
SEJARAH
PERKEMBANGAN INDUSTRI PERTAMBANGAN INDONESIA
Perkembangan industri pertambangan Indonesia berhubungan erat dengan sejarah
perjalanan bangsa Indonesia
itu sendiri.
Jika sepintas kita melihat kepada sejarah
peradaban manusia, maka usaha pertambangan ini adalah merupakan pekerjaan yang
umurnya hampir sama dengan manusia itu sendiri.
Pada awalnya pertambangan hanya terbatas
untuk memenuhi kebutuhan akan berbagai peralatan untuk meneruskan kehidupan
(table berikut)
Kebutuhan
/ Pemakaian
|
Kegunaan
|
Umur
|
Alat perkakas rumah tangga
|
Mencari makan, perlindungan
|
Pra sejarah
|
Senjata
|
Berburu, membela diri, perang
|
Pra sejarah
|
Dekorasi/perhiasan
|
Permata, alat kecantikan, mencelup
|
Kuno
|
Mata uang
|
Alat tukar, uang
|
Zaman Permulaan
|
Perlengkapan dan struktur
|
Transportasi dan perlindungan
|
Zaman Permulaan
|
Energi
|
Tenaga dan panas
|
Zaman Pertengahan
|
Mesin
|
Industri
|
Modern
|
Nuklir
|
Kekuatan dan Perang
|
Modern
|
Jika diasosiasikan dengan penemuan
mineral-mineral, peradaban itu berurut sebagai berikut:
Peradaban
|
Perkiraan
tahun
|
Zaman Batu
|
Sampai 4000 tahun SM
|
Zaman Perunggu
|
4000 – 1500 tahun SM
|
Zaman Besi
|
1500 tahun SM – tahun 1780
|
Zaman Baja
|
1780 – 1945
|
Zaman Nuklir
|
Semenjak tahun 1945
|
Di Indonesia menurut catatan sejarah yang
pernah ada, diketahui bahwa pertambangannya telah ada waktu penjajahan oleh VOC
dan Portugis. Tetapi usaha pertambangannya tidak begitu besar, karena pada
waktu itu yang dicari oleh VOC dan Portugis adalah rempah-rempah dan hasil bumi
lainnya.
Usaha tambang
tertua di Indonesia adalah batubara
38 40 50 57 60 67 70 73 78 80 90 00
Nasionalisasi UU.11 Oil shock
Catatan Produksi Pertambangan tahun 1938
dan tahun 1941 adalah sebagai berikut:
Komodity
|
1938
|
1941
|
Timah
|
27.737 ton
|
54.170 ton
|
Nikel
|
20.000 ton
|
55.570 ton
|
Emas
|
2.372 kg
|
2.562 kg
|
Batubara
|
1.456.650 ton
|
2.628.875 ton
|
Saat ini timah
hanya 30.000 ton/tahun --Ã permintaan pasar melemah.
Emas 20.000
kg/tahun -Ã Freeport
Perkembangan
Perundang-undangan Pertambangan
Permulaan tahun
1800:
Tahun 1868:
Tahun 1870:
Tahun 1892:
Undang-undang Pertambangan pertama Indische Mijnwet 1899:
Telah ada
istilah: bahan galian milik negara, pemisahan hak penambangan dan hak pemilikan
tanah, dan proses perizinan.
Tahun 1906 keluar
Mijn Ordonantie (PP)
Tahun 1910
Adendum pasal 5a.
Tahun 1945 perang
kemerdekaan
Tahun 1950an
mulai kembali diusahakan penambangan sisa sebelum perang
Tahun 1956/57
mulai dibahas untuk penggantian Mijn Wet
Tahun 1960 PRP
No. 37/60 yang disyahkan MPRS yang salah satu isinya adalah adanya Kuasa
Pertambangan (KP) pengganti konsesi. Sistem Ekonomi Tertutup, tambang tidak
terbuka untuk orang asing.
Barulah sesudah
1965 (G30S/PKI) Suharto berkuasa ada perubahan
Tahun 1967 UU No.
1/1967 PMA (Januari)
Tahun 1967 UU No.
11/1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (2 Des 1967)
Freeport 1967
(April)
Tahun 1969 keluar
PP No. 32 / 1969 Tentang Pelaksanaan UU No. 11/1967.
Saat ini sudah ada
pengganti UU No. 11 /1967, UU No. 4 Tahun 2009. Ada beberapa UU yang
kedudukannya dapat mempengaruhi kebijakan usaha pertambangan antara lain:
UU No. 22/1999
Pemerintahan Daerah
UU No. 25/1999
tentang Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah
Dll.
Pengusahaan
Pertambangan Batubara Indonesia
Penemu
batubara Indonesia pertama adalah seorang ahli geologi Belanda bernama
Ir. W. H. de Greve, tahun 1868 di tepi sungai Ombilin. Penemuan ini
kemudian dilanjutkan dengan usaha eksplorasi rinci yang dimulai tahun 1870 dan
baru rampung pada tahun 1880. Pada tahun
itu juga dimulai pembangunan infrastruktur berupa jalur rel kereta api dari
Sawahlunto ke Padang dan ke “Emmahaven” atau Pelabuhan Teluk Bayur sekarang.
Produksi perdana dimulai pada tahun 1892
Pada waktu
terjadi Perang Dunia II (1942 – 1945), yang kemudian diikuti dengan Revolusi
Kemerdekaan (1945 – 1949), usaha pertambangan batubara dan pertambangan lainnya
mengalami kemunduran dan kerusakan. Selanjutnya pada tahun 1950 – 1965
dilakukan upaya rehabilitasi dan pengembangan, namun lagi-lagi usaha tersebut
mengalami stagnasi, karena kekacauan politik dalam negeri yang berkepanjangan,
ditambah lagi pemberontakan G30S/PKI tahun 1965. Barulah pada tahun 1966,
setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Orde Baru, dibawah kepemimpinan Presiden
Soeharto, usaha pertambangan mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari
waktu kewaktu sampai sekarang ini. Kebijaksanaan pembaharuan sistem
perekonomian nasional semasa Orde Baru sedikitnya telah menciptakan iklim
kondusif bagi perkembangan usaha pertambangan Indonesia, dimana dengan
program-program itu telah menarik cukup banyak investor, baik investor swasta
nasional, maupun investor asing. Dalam hal ini semenjak akhir tahun 1980an atau
awal tahun 1990an terus terus menerus dilakukan berbagai perubahan/perbaikan
dalam pengaturan sistem pertambangan nasional.
In 1979, The Government invited a number of foreign
companies to co-operate with P.N Batubara (noe named P.T. Tambang Batubara
Bukit Asam) in developing the country’s coal resources. In the 1981, the first
agreement was signed and 10 more followed between 1981 and 1987, including two
with domestic companies.
The coal agreements are similar to the CoW’s, the main
differences being:
-
The State coal company hold title to the operations.
-
The State receives a 13,5% share of the annual coal
production, free of charge.
-
The foreign contractor provides all the financing of the
project, but all purchased materials, supplies, plant and equipment become the
property of the State company (Indonesian Mining Journal, October
1994: 31).
Pengusahaan pertambangan batubara Indonesia
pertama kali dilakukan dalam bentuk Kontrak Kerjasama Batubara dengan BUMN
pengelola adalah PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero). Dalam Kontrak
Kerjasama Batubara tersebut dijelaskan bahwa rekanan kontraktor memberikan
13,5% dari hasil produksinya kepada PT. BA (Persero), lalu PT. BA membayarkan
iyuran produksi rekanan kontraktor tersebut kepada negara dengan menjual
batubara yang diberikan itu. Pada tahun 1996 Kontrak Kerjasama Batubara berubah
menjadi Kontrak Karya, dimana dalam ketentuan Kontrak Karya ini royalti yang
13,5% dari hasil produksi perusahaan (kontraktor) diberikan atau disetorkan ke
negara dalam bentuk uang tunai (cash).
Kontrak Karya Pertambangan Indonesia
(untuk segala jenis usaha pertambangan) telah mengalami berbagai perobahan.
Kontrak
Karya Generasi I (1967), kontraktor pertama PT. Freeport.
Kontrak
Karya Genersai II (1968 sampai tahun 1972), 16 buah dalam berbagai bidang usaha
pertambangan.
Antara
1972 sampai tahun 1976 tidak ada Kontrak Karya yang ditandatangani, hal ini
terjadi karena adanya ketidakstabilan di berbagai belahan dunia, yang membawa
dampak terhadap kejatuhan harga berbagai jenis bahan tambang. Kondisi tersebut
juga diperburuk dengan adanya berbagai ketentuan perpajakan yang cukup berat
bagi kontraktor atau investor, yang mana hal tersebut menjadikan Kontrak Karya
tidak menarik lagi bagi calon investor (terutama investor asing).
Tahun
1976 dikeluarkan Kontrak Karya Generasi III, ( berlaku sampai tahun 1979), 3 buah kontrak.
Kontrak
Karya Generasi IV, (1979-1987), 103 Kontrak Karya.
Tahun
1987 dilakukan lagi revisi, sehingga lahirlah Kontrak Karya Generasi V, berlaku
sampai tahun 1992 dengan jumlah kontrak yang berhasil ditandatangani sebanyak 3
buah.
Demikianlah dari waktu kewaktu
Kontrak Karya ini mengalami revisi, sesuai dengan tuntutan pembangunan.
Kebanyakan revisi Kontrak Karya dilakukan terhadap ketentuan yang menyangkut
pengaaturan perpajakan dan sebagian lagi menyangkut ketentuan ketenagakerjaan
dan pengembangan wilayah sekitar lokasi.
Saat ini sistem Kontrak Karya Indonesia telah memasuki Kontrak Karya
Generasi VIII, yang baru saja dikeluarkan pada bulan Agustus 1998 oleh Menteri
Pertambangan dan Energi. Menurut Kuntoro,
prinsip dasar dari Kontrak Karya Generasi VIII sama dengan
Kontrak-kontrak Karya generasi sebelumnya, baik dari aspek hukum, teknik,
keuangan, maupun promosi minat nasional bagi hak dan kewajiban para kontraktor,
bedanya adalah bahwa dalam Kontrak Karya Generasi VIII lebih menekankan masalah
pengembangan ekonomi masyarakat setempat (Warta APBI, Agust – September 1998:
6).
Cadangan
Terbukti Batubara Indonesia
A r e a
|
In-Situ
Resource
|
-
North
Sumatera
-
Central
Sumatera
-
South
Sumatera
-
Bengkulu
-
East
kalimantan
-
South Kalimantan
-
Central
Kalimantan
-
Java
-
Sulawesi
-
Irian Jaya
|
1,272,000,000 tonnes
1,782,258,000 tonnes
5,563,564,000 tonnes
42,413,000 tonnes
4,590,328,000 tonnes
3,555,804,000 tonnes
240,000,000 tonnes
27,221,000 tonnes
89,062,000 tonnes
4,000,000 tonnes
|
Total
|
17,167,000,000 tonnes
|
(Graeme, L, 1995: 1)
Permodalan
Dalam Pertambangan Batubara
Sama halnya dengan pertambangan
bahan galian lainnya, bahwa pertambangan batubara mempunyai resiko yang besar
(terutama pada tambang bawah tanah) dan memerlukan masa pengembalian modal
lama, serta succes failure ratio yang kecil (antara 1% sampai 5%).
Disamping itu semua kegiatan pertambangan jelas memerlukan modal yang besar,
terutama dalam masa-masa eksplorasi. Dari catatan perkiraaan atas biaya
eksplorasi yang dikeluarkan oleh berbagai negara terlihat bahwa Indonesia pada tahun 1997 yang lalu telah
menghabiskan sebesar US$
233.000.000, yakni jauh diatas biaya yang dikeluarkan oleh negara-negara
lainnya.
Karena pertimbangan biaya, dan
alasan teknologi serta sumberdaya manusia, maka pemerintah mengambil
kebijaksanaan untuk membuka peluang masuknya investor asing dalam dunia
pertambangan Indonesia.
Dari sekian banyak perusahaan yang bergerak dalam pertambangan batubara di Indonesia,
sebahagian besar adalah atas investasi modal asing atau patungan antara
investor asing dengan investor domestik, yang diikat dalam satu sistem Kontrak
Karya Batubara.
Berkaitan dengan masalah transfer teknologi,
juga diadakan kerjasama dengan pihak asing, yang mana salah atu diantaranya
adalah kerjasama yang baru saja diluncurkan antara pemerintah Indonesia
dengan Jepang dalam program HEAD & JICA. Dalam kerjasama ini pihak Jepang
melatih tenaga instruktur khusus untuk tambang dalam batubara. Pelatihan
tenaga-tenaga pertambangan ini akan dimulai tahun 2001 sampai tahun 2005, yang
akan dilakukan di Ombilin Mining Training Centre (OMTC) Sawahlunto.
Lembaran
Kerja Kuliah III
PEMBAGIAN
GOLONGAN BAHAN GALIAN
Dasar
hukum pembagian golongan:
1.
Sifat dan Karakteristik
2.
Kegunaan
3.
Keterdapatan
4.
Pertimbangan ekonomi / teknologi
5.
Kepentingan Nasional/negara
Klasifikasi
langsung terkait dengan azaz penguasaan, pembatasan pengusahaan, dan penggunaan.
Penggolongan didasarkan atas pasal 1 ayat a, b, dan c PP
No. 27/1980
Golongan A (Strategis):
-
minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam
-
bitumen padat, aspal;
-
antrasit, batubara, batubara muda;
-
uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif
lainnya;
-
nikel, kobalt;
-
timah.
Golongan B (Vital):
-
besi, mangan, molybdenum, khrom, wolfram, vanadium,
titanium;
-
bauksit, tembaga, timbal, seng;
-
emas, platina, perak, air raksa, intan;
-
arsen, antimon, bismut;
-
yitrium, rhutenium, cerium, dan
logam-logam langka lainnya;
-
berillium, korundum, zircon, kristal
kwarsa;
-
kriolit, fluorspar, barit;
-
yodium, brom, khlor, belerang
Golongan C (tidak
termasuk A dan B):
-
nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite);
-
asbes, talk, mika, grafit, magnesit;
-
yerosit, leusit, tawas (alum), oker;
-
batu permata, batu setengah permata;
-
pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips,
bentonit;
-
batu apung, tras, obsidian, perlit,
tanah diatome, tanah serap (fuller earth);
-
marmer, batu tulis;
-
batu kapur, dolomit, kalsit;
-
granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat, dan pasir
sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun b dalam jumlah
yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Lembaran Kerja Kuliah IV
KEPEMILIKAN / PENGUASAAN BAHAN GALIAN
HAK PENGUSAHAAN / PENAMBANGAN BAHAN GALIAN
Konsep universal:
Ketentuan
Perundang-undangan:
1.
UUD 1945, pasal 33 ayat (3):
2.
UU No. 11/1967, Bab I pasal 1:
Yang berhak melakukan usaha
pertambangan menurut UU No. 11/1967 :
1
2
3
4
5
6
Klasifikasi menurut skala usaha:
1
2
3
4
Lembaran Kerja Kuliah V
BENTUK PERIZINAN/DASAR HUKUM USAHA PERTAMBANGAN
Karena sifatnya yang khas (high risk, and not quick
yielding), maka usaha pertambangan memerlukan jaminan kepastian hokum.
Bentuk
Perizinan dan dasar hukumnya menurut UU No. 11 / 1967:
1.
KP
2.
SIPD
3.
KP-PR
4.
KK
5.
KKs deangan BUMN
6.
KBH
Perizinan
dalam rangka PMA yang bersifat sekedar surat
keterangan perjalanan dan izin pendahuluan:
1.
SKIP
2.
SIPP
Catatan:
Untuk kepastian hukum, usaha pertambangan membutuhkan perizinan yang
berkesinambungan (consecutive title).
Lembaran Kerja Kuliah VI
KUASA PERTAMBANGAN DAN PROSEDUR PEMBERIAN KUASA PERTAMBANGAN.
Pengertian: KP adalah wewenang yang diberikan oleh
pemerintah kepada badan atau perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan.
Bidang usahanya:
1
2
3
4
5
6
Usaha hanya dapat dijalankan jika ada KP.
Bentuk
KP:
1.
SK Penugasan Pertambangan
2.
SK Izin Pertambangan Rakyat
3.
SK Pemberian KP
4.
SIPD
KP
dapat berupa:
1.KP PU
2.KP Eksplorasi
3.KP Eksploitasi
4.KP Pengolahan
dan Pemurnian
5.KP Pengangkutan
6.KP Penjualan
Yang
dapat diberi KP:
1.
Instansi Pemerintah
2.
Perusahaan Negara
3.
Perusahaan Daerah
4.
Perusahaan dengan modal bersama antara
negara dan daerah
5.
Koperasi
6.
Badan atau perorangan swasta
7.
Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan/atau
daerah dengan koperasi / atau badan / perorangan swasta.
Prosedur
Memperoleh KP:
Lembaran
Kerja Kuliah VII
KONTRAK KARYA
(KK), PERJANJIAN KERJA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B)
Aspek
Hukum dan Ketentuan Umum
1.
Investor berbadan hokum Indonesia (PT) yang ditunjuk
sebagai kontraktor tunggal
2.
PT memegang manajemen perusahaan
3.
Hak dan Kewajiban PT hanya dapat dipindahkan atas
persetujuan pemerintah
4.
Pelaksanaan kontrak tunduk pada hukum Indonesia
5.
Bila PT lalai dalam melaksanakan kewajibannya, pemerintah
dapat memutuskan kontrak
6.
Bila terjadi perselisihan yang tidak bias dicari
perdamaian, diselesaikan melalui dewan arbitrase
7.
Naskah kontrak dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris)
Aspek
Teknis:
1.
Wilayah KK/PKP2B adalah wilayah usaha PT yang luasnya dan
batas-batasnya ditetapkan serta dipetakan
2.
PT berhak melakukan penyelidikan umum 1 tahun dengan masa
perpanjangan 1 tahun, eksplorasi 3 tahun dengan masa perpanjangan 2 x 1 tahun
3.
PT wajib membuat laporan setiap kemajuan usahanya dan
berangsur-angsur memperkecil wilayah kerjanya (25% dari 62.500 Ha).
Kewajiban
PT:
1.
Uang jaminan
2.
Pajak-pajak: a-l
Ketentuan lain:
Lalu
lintas devisa
Pengadaan
barang
Pemasaran
Promosi
Kepentingan Nasional
Lain-lain
Lembaran Kerja Kuliah VIII
PENGHASILAN NEGARA DARI INDUSTRI PERTAMBANGAN
Penerimaan negara dari usaha pertambangan bersumber dari pungutan
khusus antara lain deadrent, royalty, dan sebagainya yang bersifat tetap dan
pungutan lain yang besarnya tergantung pada perkembangan kegiatan usaha dan
keuntungan.
Penerimaan Negara dari usaha pertambangan:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Sebagian besar pungutan dan pajak menjadi unsur biaya
usaha, sedangkan pajak penghasilan badan tergantung keuntungan perusahaan.
Besar kecilnya berbagai pungutan itu dapat menjadi incentive
or disincentive bagi pengusaha.
Lembaran Kerja Kuliah IX
INSPEKSI DAN PENGAWASAN TEKNIS PERTAMBANGAN
Inspeksi bertujuan untuk peningkatan ditaatinya segala
ketentuan perundang-undangan yang ada dalam suatu usaha
pertambangan, terutama dalam bidang keselamatan kerja
dan perlindungan terhadap lingkungan.
Cakupan
inspeksi/pengawasan:
1.
Eksplorasi
2.
Pembersihan lahan
3.
Pengupasan tanah penutup
4.
Konstruksi dan sarana prasarana penunjang
5.
Ekploitasi
6.
Pengolahan / pemurnian
7.
Pasca tambang
Inspeksi
dilakukan oleh seorang Inspektur Tambang: PNS dalam DESDM dan Pemda yang diberi
tugas, tanggung jawab dan wewenang serta
hak penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan inspeksi aspek keselamatan
pertambangan dan lingkungan.
Wewenang
dan Tanggung Jawab Inspektur Tambang:
1.
Masuk tambang setiap saat saat disertai surat tugas
2.
Menghentikan/menutup sementara sebagian atau
seluruh kegiatan usaha, bila dianggap tidak aman dan atau menimbulkan kerusakan
lingkungan.
3.
Minta bantuan pihak terkait dari Pemda setempat
atau pihak terkait lainnya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
4.
Tanggung jawab dalam setiap keputusan yang
diambilnya
5.
Tanggung jawab terhadap pelaporan hasil
inspeksinya
6.
Tanggung jawab kepada kepala Pelaksana Inpektur
Tambang sesuai tugas dan wewenangnya.
Fungsinya:
1.
Inspeksi/pemeriksaan
2.
Penyelidikan kecelakaan atau kejadian
berbahaya
3.
Penyelidikan pencemaran lingkungan
4.
Uji limbah
5.
Pembinaan keselamatan kerja
6.
Perintah atau larangan, serta saran perbaikan
jika ada pelanggaran
7.
Menyusun laporan
Inspektur
Tambang haruslah:
Lembaran
Kerja Kuliah XI
KEPMEN 555K
TENTANG K3 PERTAMBANGAN UMUM
Lembaran Kerja Kuliah XII
KEBIJAKAN TATA LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
UU No. 11/1967
pasal 30: Apabila selesai melakukan penambangan dan
penggalian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang KP yang bersangkutan
diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
bahaya penyakit dan bahaya lainnya bagi masyarakat sekitar.
PP 32/1969 pasal 46 ayat 4:
Sebelum meninggalkan bekas KP, baik karena pembatalan maupun karena hal lain,
pemegang KP harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap
benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat
membahayakan keamanan umum.
UU
No. 4 / 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
dengan PP No. 29 / 1986 bertujuan untuk:
1.
Menciptakan keselarasan hubungan
manusia dengan lingkungan
2.
terkendalinya manusia Indonesia
menjadi pembina lingkungan
3.
terciptanya pembangunan berwawasan lingkungan
4.
terlindungnya negara dari dampak kegiatan pembangunan
Pendekatan
pengelolaan lingkungan yang paling popular adalah Amdal (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan, yang tujuannya antara lain:
1.
Meniadakan atau mengurangi resiko
2.
Mengoptimalkan hasil pembangunan
3.
Meniadakan atau mencegah pertikaian
Amdal
merupakan suatu studi yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam
pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup dan menjaga keserasian hubungan antar
berbagai kegiatan.
Amdal
terdiri dari:
1.
Kerangka Acuan Dampak Lingkungan
2.
Analisi Dampak Lingkungan (Andal)
3.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Tahapan
Amdal:
1.
Identifikasi komponen rencana kegiatan dan rona awal
lingkungan
2.
Proyeksikan / perkirakan perubahan
rona akibat kegiatan (duga)
3.
Evaluasi dampak lingkungan
4.
Rekomendasikan saran atau tindakan
pengelolaan dan pemantauannya.
Pekerjaan yang dapat dilakukan untuk perbaikan lingkungan
pasca tambang:
1. Reklamasi
2.
Restorasi
3
Rehabilitasi
4
Revegetasi